BAB I
PENDAHULUAN
Pedagogi adalah Bimbingan yang diberikan dengan sengaja
oleh orang dewasa kepada anak atau orang lain yang belum dewasa, disebut
pendidikan (pedagogik). Setelah itu pedagogik berarti suatu usaha yang
dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang
atau sekelompopk orang lain menjadi dewasa atau tingkat hidup dan penghidupan
yang lebih tinggi. Pedagogi tidak hanya berkutat pada ilmu dan seni
mengajar, melainkan ada hubungannya dengan pembentukan generasi baru, yaitu
pengaruh pendidikan sebagai sistem yang bermuara pada pengembangan individu
atau peserta didik. Kata sifat untuk istilah pedagogi adalah paedagogis,
sebagai salah satu proses studi pedagogi.
Pedagogi juga bisa
diartikan sebagai mengajar. Mengajar itu berasal dari kata “ajar”, yaitu
memberi petunjuk atau menyampaikan informasi pengalaman, pengetahuan dan
lainnya untuk dipahami. Proses tindakan yang terjadi dalam kerangka kegiatan
mengajar disebut pengajaran. Orang yang mengajarkan kita disebut
pengajar/guru/dosen.
Seorang guru yang
baik, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Memiliki kesadaran akan tujuan
- Memiliki harapan akan keberhasilan bagi semua siswa
- Menunjukkan kemauan beradaptasi dan berubah untuk memenuhi kebutuhan siswa
- Merasa nyaman jika kurang mengetahui
- Mencerminkan komitmen pada pekerjaan mereka
- Belajar dari berbagai model
- Menikmati pekerjaan dan siswa mereka
BAB II
HASIL WAWANCARA
Nama
Guru : MSR
Usia : 47 Tahun
Lama
Mengajar : ± 23 Tahun
Lokasi
wawancara : Rumah MSR
Tanggal
:
1 April 2013
Jam : 16.00 – 17.00
Runa
(R) : Selamat Sore, tante...
Guru
(G) : Selamat sore...
R
:
Tante, maaf yaah Runa ganggu tante baru pulang..
G
: Iya, Runa. Gak apa
kook..
Ada
apa ini??
R :
Tante, gini.. Runa ada tugas kuliah wawancara guru. Tante udah mengajar berapa
tahun, Tan??
G : Ooohh iyaa.. Berapa lama
yaah?? Dari si Rahmi belum lahir, tante udah ngajar. Lebih dari 23 tahun gitu
laa Run..
R
: Waaah, lama yaah
taan... Gak bosan tante??
G :
Enggak dooong.. Kan enak jadi guru, kita bisa berbagi ilmu dengan anak-anak,
dan pasti kita senang kalau anak yang kita ajarin jadi pintar, dan paham kaan..
R
: Waaah, mulia sekali
tante ini.. hehehee...
Tapi
kan tante, apa tante gak capek taan? Di rumah jadi Mama, di sekolah jadi
Guru..?
G
: Capek siih. Tapi kan
kalau dinikmati jadi asyik, capeknya pun berkurang..
R
: Ohh iya tante, tante
ngajar anak kelas berapa tan??
G
: Kelas 5 atau 6 SD.
Tiap tahun ganti-ganti kelas..
R
: Itu ngajar pelajaran
apa tante??
G :
Yaah, semua mata pelajaran. Kecuali muatan lokal, agama, bahasa inggris, dan
penjas. Karena kan udah ada gurunya masing-masing..
R :
Waaahh... Tapi kan tan, apa gak pusing taan ngajarin begitu banyak pelajaran?
Kami aja pas SD kan juga banyak yang dipelajari, tapi kan kalau guru harus
lebih menguasai kan tan??
G :
Naah, itu lah gunanya silabus, Runa. Jadi kita bisa terarah ngajarnya. Kami
juga harus pelajari lagi kook apa yang harus diajarkan esok harinya. Terkadang
justru ada anak yang lebih pintar dari kita.
R
: Waahh, repot juga
yaah taan...
Ada
gak sih tan gak enaknya jadi guru?
G :
Gak enaknya, kalau kita udah ngajarin ni panjang lebar, berkali-kali, tapi ada
juga yang gak ngerti..
R
: Terus tan, cara
ngatasinnya gimana??
G :
Diajarkan secara privat gitu, atau
minta tolong sama temannya yang udah paham tentang pelajaran itu. Kan anak-anak
kadang malu bertanya ke depan kelas. Tapi, kalau masi belum paham juga, pas jam
istirahat boleh nanya kook ke ruang guru..
R :
Lha? Kan istirahat palingan cuma 15 menit tan, istirahat tante jadi terganggu
doong...
G :
Tersita sedikit kan gak apa juga. Yang penting mereka paham. Lagian mereka
bertanyanya gak lama-lama kok, mereka kan juga pengen main-main sama
teman-temannya..
R
: Ooohh... gitu yaah
tant?..
Menurut tante nih, pendidikan jaman
sekarang gimana tante??
G :
Pendidikan jaman sekarang masih kurang baik. Fasilitas untuk mengajar itu masih
kurang lengkap. Dan sebenarnya perlu adanya penataran untuk para guru.
R
: Fasilitas gimana
tante??
G
: Banyak. Misalnya
alat peraga yang terbatas. Gitu-gitu...
R
: Kalau anak-anak
jaman sekarang gimana tante? Kalau dibandingkat jaman dulu?
G :
Tidak bisa dibandingkan gitu sih, karena kan tiap tahun anak-anaknya berubah.
Tapi tetap aja ada yang baik dan ada anak yang nakal. Tapi yaah kalau
dibandingkan dengan tahun lalu, anak-anak tahun ini kurang antusias
dibandingkan tahun lalu..
R
: Kira-kira kenapa
bisa gitu yaah tan??
G
: Pengaruh teman dan
lingkungan kali yaah...
R
: Pendekatan tante
dalam mengajar giman tan?
G :
Kalau pendekatan sih berbeda-beda dalam tiap pelajarannya, dan tiap harinya. Tergantung
materinya..
R
: Contohnya tante??
G :
contohnya? Gimana yaah? Ooh, misalnya pelajaran IPA, anak-anak terkadang lebih
suka kalau ada peraganya gitu. Jadi kadang-kadang kita bawa ke Laboratorium,
atau alat peraga dibawa ke kelas.
R
: Berarti, kita kalau
mengajar harus banyak inovasi juga laa yah tante?
G
: Iyaa.. Pastii... :D
R
: Oke deh tante..
Terimakasih atas waktunya yaah tantee...
G : Iya sama-sama. Semoga
sukses kuliahnya yaah..
BAB III
PEMBAHASAN
Pendidikan
guru berada pada jalan lintas. Menurut Cochran-Smith (2005) kepentingan umum
dalam reformasi sekolah telah meningkat dan pendidikan guru telah muncul
kembali sebagai masalah dalam lingkaran kebikakan. Dengan visibilitas tinggi
terdapat tekanan kuat pada tingkat dan secara nasional untuk mencari bukti dan
jawaban tentang efek pendidikan persiapan pada kualitas guru di masa depan.
Berdasarkan hasil wawancara, bahwa pendidikan jaman sekarang yang dengan
tekhnologi yang telah maju, masih kurang baik. Karena dukungan dari pemerintah
yang kurang dalam program pendukungan pendidikan yang baru. Mungkin, karena
yang saya wawancarai adalah guru dari sekolah negri, sekolah negri membutuhkan
dukungan yang kuat dari pemerintah, misalnya dalam bentuk pendanaan.
Meskipun
begitu, seorang guru juga harus kreatif dalam memberikan pengajaran kepada
siswanya, agar siswa tidak bosan dengan materi yang diajarkan. Seperti dalam
buku, pentingnya seni pengajaran untuk memberikan semangat dan motivasi kepada
siswa, agar proses belajar mengajar ini menjadi efektif, dan memfasilitasi
peluang pembelajaran. Dari wawancara, guru ini mengajarkan banyak mata
pelajaran, sehingga ia pun harus memiliki banyak ide dalam mengajar, hal ini
agar tidak terjadinya kebosanan pada siswa yang mengakibatkan mereka menjadi
frustasi, dan malas belajar.
Seorang
guru yang baik, harus menginspirasikan siswa-siswanya. Memiliki pengetahuan
tentang apa yang ia ajarkan, jangan sampai ketika anak bertanya, sang guru
bingung untuk menjawab pertanyaan tersebut. Maka, seorang guru harus memiliki
silabus, agar guru tersebut dapa mempelajari apa yang akan ia ajarkan.
BAB IV
KESIMPULAN
Untuk
menjadi seorang guru tidaklah hal yang gampang. Harus adanya rasa untuk
memajukan seseorang, ketika tidak adanya rasa itu, maka proses pembelajaranpun
tidak berlangsung dengan baik. Seorang guru, saat mengajarkan sesuatu harus
memahami apa yang akan ia ajarkan, jangan sampai dari tujuan mengajarkannya itu
ia tidak tahu.
Pendidikan
itu sangatlah penting untuk kita. Tujuan para departemen pendidikan itu juga
sangat baik untuk memajukan kualitas individu. Namun, dalam pengaplikasian hal
tersebut, masi sangat kurang disadarkan oleh masyarakat.
BAB V
TESTIMONIAL DAN SARAN
TESTIMONIAL:
Tugas
wawancara ini cukup menantang menurut saya, karena mencari subjek untuk
diwawancarai ini cukup sulit. Saya memiliki 3 orang subjek yang akan saya
wawancarai, namun ada beberapa hambatan, sehingga sulit melakukan wawancara
ini. Subjek pertama, lokasi tempat tinggal diluar Medan, sulit menghubunginya
karena diapun juga sibuk. Subjek kedua, saat di rumah, ia harus mengurus 3
anaknya yang masi kecil-kecil, maka ketika ditanyai juga kurang fokus. Subjek
ketiga inilah yang bisa di wawancara setelah membuat berbagai kesepakatan. Hal ini dikarenakan guru
mengajar hingga sore, dan ketika sampai rumah, ia harus menyiapkan makanan
untuk keluarganya.
SARAN
:
Sebaiknya
memang kita harus memiliki banyak koneksi untuk tugas ini. Karena tidak banyak
orang yang mau dan mudah untuk diwawancarai.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. 2010. Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi. Bandung : Alfabeta