https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ4RFRP53_6ERVXcA5gRqoAcGOFh1JZGbxfwiYrssY9ImtPpmEIVw
Keberhasilan kreatif merupakan
persimpangan (intersection) antara keterampilan individu dalam bidang tertentu
(dominan skill), keterampilan berfikir dan bekerja kreatif dan motivasi
instrinsik, dapat juga disebut motivasi batin ( Amabile, 1989 (dalam Munandar).
Motivasi Instrinsik merupakan motivasi yang tumbuh dari dalam diri individu.
Motivasi Ekstrinsik merupakan motivasi yang timbul dari luar diri individu,
atau berasal dari lingkungan.
Motivasi ekstrinsik, motivasi yang
berasal dari lingkungan juga dapat merangsang perkembangan bakat dan
kreativitas ada cukup banyak. Lingkungan keluarga, sekolah bahkan masyarakatpun
berperan dalam membantu kita mengembangkan kreativitas. Pasti semua mempengaruhi
tingkat kreativitas seseorang.
KELUARGA
Pengembangan kreativitas dalam
keluarga ternyata tidak bisa selalu berjalan mulus. Ada orang tua yang membantu
anak dalam mengembangkan kreativitasnya tapi ada juga keluarga yang justru
menghambat kreativitas anaknya. Meskipn anak memiliki bakat yang baik dalam
kreativitas, namun apabila di rumah (dalam keluarga) hal ini tidak didukung,
tidak akan ada gunanya.
Dalam membantu individu mewujudkan
kreativitas, individu perlu dilatih dalam keterampilan tertentu sesuai dengan
minat peribadinya dan perlunya diberi kesempatan untuk mengembangkan
kreativitas mereka. Tetapi hal ini tidak cukup hanya sampai disitu. Selain
perhatian, dorongan dan pelatihan dari lingkungan, perlu adanya motovasi
instrinsik pada individu. Minat untuk melakukan sesuatu haruslah tumbuh dari
dalam dirinya.
SEKOLAH
Semua individu yang bersekolah
memerlukan guru yang baik. Guru menentukan tujuan dan sasaran belajar, membantu
pembentukan nilai pada anak (nilai hidup, nilai moral, nilai sosial). Berikut
karakteristik penting pada guru dalam pendidikan anak berbakat:
·
Kompetensi
dan minat untuk belajar
·
Kemahiran
dalam mengajar
·
Adil
dan tidak memihak
·
Kooperatif
demokratis
·
Fleksibel
·
Rasa
Humor
·
Menggunakan
reward
·
Minat
luas
·
Memberi
perhatian terhadap masalah anak
·
Penampilan
dan sikap yang menarik.
Guru juga mempunyai peran yang besar
tidak hanya pada prestasi pendidikan, tetapi juga pada sikap anak terhadap
sekolah dah terhadap belajar pada umumnya. Namun, guru juga dapat melumpuhkan
rasa ingin tahu, merusak motivasi, harga diri dan kreativitas individu. Bahkan
guru-guru yang sangat baik, dapat mempengaruhi individu lebih kuat daripada
orang tua. Hal ini dikarenakan guru lebih banyak kesempatan untuk merangsang
atau menghambat kreativitas anak daripada orang tua. Guru mempunyai tanggung
jawab mengevaluasi pekerjaan, sikap dan perilaku.
MASYARAKAT
Suatu masyarakat yang berdasarkan
hukum-hukum yang adil, yang memungkinkan kondisi ekonomi dan psikologis yang
paling baik bagi warga negaranya, merupakan lingkungan yang kondusif untuk
pertumbuhan kreativitas. Studi dari Gray (dikutip Arieti, 1976) menunjukkan
bahwa masyarakat yang sehat dan sejahtera akan memupuk kreativitas. Arieti
mengemukakan 9 faktor sosiokultural yang “creativogenic”:
·
Tersedianya
sarana prasarana kebudayaan
·
Keterbukaan
terhadap rangsangan kebudayaan
·
Penekanan
pada becoming, tidak hanya being
·
Kesempatan
bebas terhadap media kebudayaan
·
Kebebasan,
dengan pengalaman tekanan dan rintangan sebagai tantangan
·
Menghargai
dan dapat mengintegrasi rangsangan dari kebudayaan yang berbeda
·
Toleransi
dan minat terhadap pandangan yang divergen
·
Interaksi
antara pribadi-pribadi yang berarti
·
Adanya
insentif, penghargaan atau hadiah.
Kesembilan faktor tersebut merupakan
penunjang, tetapi yang paling menentukan adalah unsur-unsur intrapsikis
individu, seperti rasa aman dan bebas
secara psikologis.
Jika di tanya, “siapa yang
mempengaruhi kreativitas anda?”. Memang sulit untuk dikategorikan secara detail
siapa yang mempengaruhi. Karena semua memberikan peran, baik lingkungan
keluarga, sekolah maupun masyarakat. Baik dalam peranan positif maupun peranan
negatif. Dan semua memberikan dampak. (Voilaa.. inilah hasilnya.. wkwkwk)
Kalau menceritakan masa-masa
kreativitas saat masih sekolah, hal ini belum terlalu tampak, atau mungkin saya
kurang menyadari hal itu. Yang saya ingat saat masa sekolah untuk kegiatan seni
itu mengukir. Mengukir sabun menjadi bentuk ikan. Waahh ini pekerjaan yang
cukup menyenangkan! Memang kelihatan cukup gampang karena bentuk sabun sendiri
sudah agak melengkung dan cenderung bulat, jadi tinggal ukir kepala sama ekor
sedikit, jadi deh!! Tapi ternyata begitu di coba itu cukup sulit. Pasti faktor
situasi juga mempengaruhi, ruangan kelas yang pencahayaannya kurang; guru hanya
menunjukkan hasil bukan bagaimana cara pengerjaannya.
Ketika tugas ini dibawa ke rumah, anggota
keluargapun tidak bisa sepenuhnya membantu. Yaah karena juga kurang memahami
bagaimana cara membuatnya. Mereka hanya mendukung sekedarnya saja. Misalnya ada
yang kurang, mereka bertanya. Misalnya saya lupa membuat matanya, “matanya kok
gak ada?”. Secara psikologis anggota keluarga cukup membantu.
Pernah juga keterampilan di sekolah
mengajarkan menyulam. Saya suka menjahit saat itu (tapi kesukaan bisa
dikalahkan oleh kemalasan :S). Saat itu saya kelas 6 (kalau gak salah) saya
berada di Medan. Medan untuk mendapatkan sesuatu untuk kerajinan tangan cukup
mudah. Tidak seperti sebelumnya saat saya berada di Kalimantan. Keperluan untuk
menyulam, buku mengajar menyulam itu banyak terjual bebas. Di sekolah memang
diajarkan bagaiman cara menyulam, tapi karena kelas yang besar, untuk belajar
fokusnya cukup sulit.
Saat di rumah, mama yang juga hobi
menjahit tau cara menyulam, maka yang ngajarin fokusnya itu mama. Meskipun
sebenarnya jadi si mama yang lebih banyak ngerjainnya. Jadi, kalau sekarang
disuruh nyulam, aduh ntah bagaimana lah itu caranya, sudah lupa. Pokoknya cara
jahitnya bentuk X, nah cara mendapatkan bentuk X ini udah lupa.
Itu saat-saat SD, kalau SMP kegiatan
seni kami hanya menggambar, menggambar seperti gambar arsitek, tidak pakai
warna, hanya dari pensil dan menambahkan bayangan-bayangan. Kalau SMP
sepertinya kurang dijiwai untuk masalah keterampilan. Saya kurang pandai
menggambar, kegiatannya lebih banyak menggambar. Waahh! Jadi kalau tugas hanya
sekedar siapnya saja lah. Kalaupun dilanjutkan di rumah, gak ada juga yang bisa
bantu. Karena pas SMP gak tinggal sama orang tua, jadi mau minta tolong pun
bingung sama siapa. :D
Saat SMA? Waahh!! Kesenian itu bermain
alat musik. Saya cuma bisa memainkannya, itupun masih putus-putus. Jadi, saat
disuruh meng-arensemen lagu, ya ampuun gak pernah tahu bagaimana caranya. Yaah,
untuk terori dalam bermusik sih saya cukup paham, tapi kalau untuk praktek,
haiih! Jangan di bahas deh..
SD, SMP, SMA semua menurut saya hanya
sebagai fondasi awal untuk mencari minat kreatif saya dimana. Jadi kalau
sekarang ditanya dari ketiga masa itu lebih suka yang mana, saya lebih suka
menjahit deh. Meskipun hasil jahitan saya tidak serapi tukang jahit, tapi
lumayanlah untuk menjahit kancing menambal lubang kecil. Hihiii..
Ohh iya, kalau ingat soal menjahit
kancing, kebetulan saya anak perempuan satu-satunya. Yaah memang dituntut semua
harus tahu dan bisa. Dan saya senangnya di keluarga semuanya mendukung (untuk
sesuatu yang menghemat biaya. Hahhaha). Saat ada kancing baju yang lepas,
biasanya saya yang disuruh untuk menjahitnya, baik itu baju kerja papa, baju
sekolah abang-abang, pokoknya baju-baju yang memiliki kancing (tapi kancingnya
model biasa), semua diserahkan ke saya. Mungkin ini kali yah awal mulanya
kenapa saya sedikit tertarik di dunia perjahitan. :D Yaah, pengen sih suatu
saat kursus jahit..
Yaah, itu saat-saat sekolah. Saat
kuliah ini saya cukup merasa tingkat kreativitas saya cukup tinggi. Saya pilih
satu karya saya (yang juga saya posting di blog), yang menurut saya tampak di
ketika lingkungan (rumah, sekolah/kampus, masyarakat).
Saya membuat bineka wisuda dari barang
bekas (botol prebiotik). Dalam keluarga, sebenarnya bukan hanya karena mau buat
ini mereka membantu, tapi mama apapun pasti membantu kalau saya ada minat untuk
membuat sesuatu. Saat akan membuat ini, pastinya saya memerlukan botol
prebiotik, sedangkan dirumah hanya ada 2 dan saya butuh hingga 8. Saya kerumah
nenek, ntah kenapa saat ke rumah nenek, ngeliat ada banyak botol prebiotik di
dapur. Dan saya memintanya, dapat deh kekurangan botolnya. Setelah itu, saya
membutuhkan tali kur untuk melilit botol, saya bingung kalau mencari-cari tali
seperti itu dimana, dan berapa harganya. Tapi mama layaknya super hero membantu
untuk mencarikannya, dan kebetulan lagi mama punya sisa pas membuat tas.
(Keluarga membantu dalam alat-alat untuk membangun kreativitas).
Setelah selesai, saya membawa hasilnya
ke kampus. Yaah pasti ada yang memuji, tp pasti ada juga yang mencemooh.
Beberapa bilang, “buat sendiri? Kreatif kalii!”. Tapi ada juga yang bilang, “kok
macem hantu gitu?” (hahaha). Yaah di akui juga sih, warnanya dan senyum
bonekanya seolah seperti hantu. (Adanya reward dari lingkungan sekolah).
Setelah dari kampus, kami sama-sama
menuju auditorium untuk menyerahkan hadiah-hadiah yang kami siapkan untuk
teman-teman. Saat disana, saya memegang beberapa boneka buatan saya, dan
bebeapa orang yang melihat boneka saya menanyakan, “itu bonekanya beli dimana? Lucu”.
Hal ini membuat saya senyum lebih lebar lagi. (Reward berupa pujian dari
orang-orang yang tidak saya kenal (masyarakat) menambah semangat saya untuk
berkreasi lagi! )
NB: Sebelumnya saya mohon maaf jika bahasa dan tata tulis yang digunakan tidak terlalu rapi.