BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Wednesday, October 16, 2013

LINGKUNGAN YANG MERANGSANG PERKEMBANGAN BAKAT DAN KREATIVITAS

https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ4RFRP53_6ERVXcA5gRqoAcGOFh1JZGbxfwiYrssY9ImtPpmEIVw

Keberhasilan kreatif merupakan persimpangan (intersection) antara keterampilan individu dalam bidang tertentu (dominan skill), keterampilan berfikir dan bekerja kreatif dan motivasi instrinsik, dapat juga disebut motivasi batin ( Amabile, 1989 (dalam Munandar). Motivasi Instrinsik merupakan motivasi yang tumbuh dari dalam diri individu. Motivasi Ekstrinsik merupakan motivasi yang timbul dari luar diri individu, atau berasal dari lingkungan.

Motivasi ekstrinsik, motivasi yang berasal dari lingkungan juga dapat merangsang perkembangan bakat dan kreativitas ada cukup banyak. Lingkungan keluarga, sekolah bahkan masyarakatpun berperan dalam membantu kita mengembangkan kreativitas. Pasti semua mempengaruhi tingkat kreativitas seseorang.


KELUARGA

Pengembangan kreativitas dalam keluarga ternyata tidak bisa selalu berjalan mulus. Ada orang tua yang membantu anak dalam mengembangkan kreativitasnya tapi ada juga keluarga yang justru menghambat kreativitas anaknya. Meskipn anak memiliki bakat yang baik dalam kreativitas, namun apabila di rumah (dalam keluarga) hal ini tidak didukung, tidak akan ada gunanya.

Dalam membantu individu mewujudkan kreativitas, individu perlu dilatih dalam keterampilan tertentu sesuai dengan minat peribadinya dan perlunya diberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitas mereka. Tetapi hal ini tidak cukup hanya sampai disitu. Selain perhatian, dorongan dan pelatihan dari lingkungan, perlu adanya motovasi instrinsik pada individu. Minat untuk melakukan sesuatu haruslah tumbuh dari dalam dirinya.


SEKOLAH

Semua individu yang bersekolah memerlukan guru yang baik. Guru menentukan tujuan dan sasaran belajar, membantu pembentukan nilai pada anak (nilai hidup, nilai moral, nilai sosial). Berikut karakteristik penting pada guru dalam pendidikan anak berbakat:

·         Kompetensi dan minat untuk belajar
·         Kemahiran dalam mengajar
·         Adil dan tidak memihak
·         Kooperatif demokratis
·         Fleksibel
·         Rasa Humor
·         Menggunakan reward
·         Minat luas
·         Memberi perhatian terhadap masalah anak
·         Penampilan dan sikap yang menarik.

Guru juga mempunyai peran yang besar tidak hanya pada prestasi pendidikan, tetapi juga pada sikap anak terhadap sekolah dah terhadap belajar pada umumnya. Namun, guru juga dapat melumpuhkan rasa ingin tahu, merusak motivasi, harga diri dan kreativitas individu. Bahkan guru-guru yang sangat baik, dapat mempengaruhi individu lebih kuat daripada orang tua. Hal ini dikarenakan guru lebih banyak kesempatan untuk merangsang atau menghambat kreativitas anak daripada orang tua. Guru mempunyai tanggung jawab mengevaluasi pekerjaan, sikap dan perilaku.


MASYARAKAT

Suatu masyarakat yang berdasarkan hukum-hukum yang adil, yang memungkinkan kondisi ekonomi dan psikologis yang paling baik bagi warga negaranya, merupakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan kreativitas. Studi dari Gray (dikutip Arieti, 1976) menunjukkan bahwa masyarakat yang sehat dan sejahtera akan memupuk kreativitas. Arieti mengemukakan 9 faktor sosiokultural yang “creativogenic”:

·         Tersedianya sarana prasarana kebudayaan
·         Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan
·         Penekanan pada becoming, tidak hanya being
·         Kesempatan bebas terhadap media kebudayaan
·         Kebebasan, dengan pengalaman tekanan dan rintangan sebagai tantangan
·         Menghargai dan dapat mengintegrasi rangsangan dari kebudayaan yang berbeda
·         Toleransi dan minat terhadap pandangan yang divergen
·         Interaksi antara pribadi-pribadi yang berarti
·         Adanya insentif, penghargaan atau hadiah.

Kesembilan faktor tersebut merupakan penunjang, tetapi yang paling menentukan adalah unsur-unsur intrapsikis individu, seperti rasa aman dan bebas  secara psikologis.


Jika di tanya, “siapa yang mempengaruhi kreativitas anda?”. Memang sulit untuk dikategorikan secara detail siapa yang mempengaruhi. Karena semua memberikan peran, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Baik dalam peranan positif maupun peranan negatif. Dan semua memberikan dampak. (Voilaa.. inilah hasilnya.. wkwkwk)

Kalau menceritakan masa-masa kreativitas saat masih sekolah, hal ini belum terlalu tampak, atau mungkin saya kurang menyadari hal itu. Yang saya ingat saat masa sekolah untuk kegiatan seni itu mengukir. Mengukir sabun menjadi bentuk ikan. Waahh ini pekerjaan yang cukup menyenangkan! Memang kelihatan cukup gampang karena bentuk sabun sendiri sudah agak melengkung dan cenderung bulat, jadi tinggal ukir kepala sama ekor sedikit, jadi deh!! Tapi ternyata begitu di coba itu cukup sulit. Pasti faktor situasi juga mempengaruhi, ruangan kelas yang pencahayaannya kurang; guru hanya menunjukkan hasil bukan bagaimana cara pengerjaannya.

Ketika tugas ini dibawa ke rumah, anggota keluargapun tidak bisa sepenuhnya membantu. Yaah karena juga kurang memahami bagaimana cara membuatnya. Mereka hanya mendukung sekedarnya saja. Misalnya ada yang kurang, mereka bertanya. Misalnya saya lupa membuat matanya, “matanya kok gak ada?”. Secara psikologis anggota keluarga cukup membantu.

Pernah juga keterampilan di sekolah mengajarkan menyulam. Saya suka menjahit saat itu (tapi kesukaan bisa dikalahkan oleh kemalasan :S). Saat itu saya kelas 6 (kalau gak salah) saya berada di Medan. Medan untuk mendapatkan sesuatu untuk kerajinan tangan cukup mudah. Tidak seperti sebelumnya saat saya berada di Kalimantan. Keperluan untuk menyulam, buku mengajar menyulam itu banyak terjual bebas. Di sekolah memang diajarkan bagaiman cara menyulam, tapi karena kelas yang besar, untuk belajar fokusnya cukup sulit.

Saat di rumah, mama yang juga hobi menjahit tau cara menyulam, maka yang ngajarin fokusnya itu mama. Meskipun sebenarnya jadi si mama yang lebih banyak ngerjainnya. Jadi, kalau sekarang disuruh nyulam, aduh ntah bagaimana lah itu caranya, sudah lupa. Pokoknya cara jahitnya bentuk X, nah cara mendapatkan bentuk X ini udah lupa.

Itu saat-saat SD, kalau SMP kegiatan seni kami hanya menggambar, menggambar seperti gambar arsitek, tidak pakai warna, hanya dari pensil dan menambahkan bayangan-bayangan. Kalau SMP sepertinya kurang dijiwai untuk masalah keterampilan. Saya kurang pandai menggambar, kegiatannya lebih banyak menggambar. Waahh! Jadi kalau tugas hanya sekedar siapnya saja lah. Kalaupun dilanjutkan di rumah, gak ada juga yang bisa bantu. Karena pas SMP gak tinggal sama orang tua, jadi mau minta tolong pun bingung sama siapa. :D

Saat SMA? Waahh!! Kesenian itu bermain alat musik. Saya cuma bisa memainkannya, itupun masih putus-putus. Jadi, saat disuruh meng-arensemen lagu, ya ampuun gak pernah tahu bagaimana caranya. Yaah, untuk terori dalam bermusik sih saya cukup paham, tapi kalau untuk praktek, haiih! Jangan di bahas deh..

SD, SMP, SMA semua menurut saya hanya sebagai fondasi awal untuk mencari minat kreatif saya dimana. Jadi kalau sekarang ditanya dari ketiga masa itu lebih suka yang mana, saya lebih suka menjahit deh. Meskipun hasil jahitan saya tidak serapi tukang jahit, tapi lumayanlah untuk menjahit kancing menambal lubang kecil. Hihiii..

Ohh iya, kalau ingat soal menjahit kancing, kebetulan saya anak perempuan satu-satunya. Yaah memang dituntut semua harus tahu dan bisa. Dan saya senangnya di keluarga semuanya mendukung (untuk sesuatu yang menghemat biaya. Hahhaha). Saat ada kancing baju yang lepas, biasanya saya yang disuruh untuk menjahitnya, baik itu baju kerja papa, baju sekolah abang-abang, pokoknya baju-baju yang memiliki kancing (tapi kancingnya model biasa), semua diserahkan ke saya. Mungkin ini kali yah awal mulanya kenapa saya sedikit tertarik di dunia perjahitan. :D Yaah, pengen sih suatu saat kursus jahit..

Yaah, itu saat-saat sekolah. Saat kuliah ini saya cukup merasa tingkat kreativitas saya cukup tinggi. Saya pilih satu karya saya (yang juga saya posting di blog), yang menurut saya tampak di ketika lingkungan (rumah, sekolah/kampus, masyarakat).

Saya membuat bineka wisuda dari barang bekas (botol prebiotik). Dalam keluarga, sebenarnya bukan hanya karena mau buat ini mereka membantu, tapi mama apapun pasti membantu kalau saya ada minat untuk membuat sesuatu. Saat akan membuat ini, pastinya saya memerlukan botol prebiotik, sedangkan dirumah hanya ada 2 dan saya butuh hingga 8. Saya kerumah nenek, ntah kenapa saat ke rumah nenek, ngeliat ada banyak botol prebiotik di dapur. Dan saya memintanya, dapat deh kekurangan botolnya. Setelah itu, saya membutuhkan tali kur untuk melilit botol, saya bingung kalau mencari-cari tali seperti itu dimana, dan berapa harganya. Tapi mama layaknya super hero membantu untuk mencarikannya, dan kebetulan lagi mama punya sisa pas membuat tas. (Keluarga membantu dalam alat-alat untuk membangun kreativitas).

Setelah selesai, saya membawa hasilnya ke kampus. Yaah pasti ada yang memuji, tp pasti ada juga yang mencemooh. Beberapa bilang, “buat sendiri? Kreatif kalii!”. Tapi ada juga yang bilang, “kok macem hantu gitu?” (hahaha). Yaah di akui juga sih, warnanya dan senyum bonekanya seolah seperti hantu. (Adanya reward dari lingkungan sekolah).

Setelah dari kampus, kami sama-sama menuju auditorium untuk menyerahkan hadiah-hadiah yang kami siapkan untuk teman-teman. Saat disana, saya memegang beberapa boneka buatan saya, dan bebeapa orang yang melihat boneka saya menanyakan, “itu bonekanya beli dimana? Lucu”. Hal ini membuat saya senyum lebih lebar lagi. (Reward berupa pujian dari orang-orang yang tidak saya kenal (masyarakat) menambah semangat saya untuk berkreasi lagi! )


 NB: Sebelumnya saya mohon maaf jika bahasa dan tata tulis yang digunakan tidak terlalu rapi.


No comments: